Siklus hidup manusia, saat satu
mati akan tumbuh seribu. Saat satu amanah terlewati pasti akan ada amanah yang
lainnya. Dari amanah pertama kita akan ada banyak pihak yang menilai dan
menjadikannya sebagai tolak ukur untuk memberikan amanah yang lainnya, amanah
yang berikutnya, dan amanah yang seterusnya. Tanpa ada tawar menawar, pun
diskusi atau musyawarah. Amanah itu datang secara tiba-tiba, tak ada waktu
untuk berfikir menolaknya. Karena amanah itu ujian dan ujian pula yang akan
mengukur batas kemampuan kita. Kalau sudah di ujung batasnya, lantas apa ?
jelas kita tak bisa menyerah, karena amanah itu bukan lagi urusan kita dengan
dia, atau urusan kita dengan mereka. Namun urusan kita dengan-Nya. Dengan Allah
!
Masih segar dalam ingatan saat
dulu pertama kali menginjak yang namanya dunia perkuliahan. Sama sekali merasa
tak ada satu orangpun yang berusaha menarik ke dunia yang sekarang banyak ulya
geluti ini. Tapi amat sangat bersyukur karena justru Allah-lah yang secara
langsung memberi hidayah untuk menuju jalan ini. Ya, pada awal perkuliahan
belum merasakan yang namanya ‘amanah tak pernah salah memilih pundak’. Itulah siklus
hidup manusia. Terkadang kita perlu mencari dengan tekad kita sendiri, sehingga
saat kita mendapatkannya kita bisa jauh lebih bisa menghargai apa yang kita
punya.
Bisa dibilang, hidup ulya sudah
kelewat enak. Kok gitu ? kaya sombong banget ya. Engga, bukan bermaksud
sombong, tapi memang merasa kalau ulya sudah terlalu beruntung. Tapi bersama
kesulitan ada kemudahan, pun sebaliknya. Keduanya perlu erat melekat agar hidup
manusia mampu berjalan seimbang seperti seharusnya. Iya, terlalu enak. Ulya ada
dalam keluarga yang ‘settle’ dari segi pendidikan islami nya, dimana kedua
orang tua juga sangat baik pemahamannya dalam islam. Sejak TK sudah disekolahkan
dalam pendidikan formal yang kental dalam hal pendidikan islaminya. Pun sampai
tingkat menengah atas juga ngga jauh beda. Sekolah Islam Terpadu dari SD sampai
SMA. Gimana ngga enak tuh.. malu rasanya saat sudah ada sekian banyak ilmu
agama yang dipunyai, dan ternyata begitu ke dunia perkuliahan baru menyadari
bahwa ilmu itu belum seberapa. Dari yang belum seberapa itu belum banyak
memberi manfaat, baik buat diri sendiri apalagi orang lain.
bersama so sweet :) |
Selangkah demi selangkah sudah
dilalui. Setelah Allah membukakan jalan ini semakin bahagia rasanya. Karena merasa
menjadi orang yang beruntung karena berada dalam barisan ini. Pada kenyataannya
ngga bayak orang yang terdidik dengan baik dari segi pendidikan islaminya bisa
selamat sentosa samapai ke jalan ini. Itulah kenapa ulya secara pribadi harus
selalu bersyukur. Karena belum tentu bisa kuat jika bukan dalam barisan. Setelah
itu, amanah datang dan melatih kapasitas diri. Amanah satu selesai, dilanjut
amanah kedua, dan seterusnya. Amanah yang sebenarnya juga sebuah kewajiban
dalam hal berdakwah. Semakin dirasa, ada pahitnya adapula manisnya. Tapi jalan
kebenaran tak selamanya indah kan ? ada ujian yang datang menghadang, ada
perangkap menunggu mangsa.
Istilah, ‘amanah tak pernah salah
memilih pundak’ terkadang menguatkan namun ada kalanya juga membuat kita
menjadi galau. Ya, karena saat kita telah menerima suatu amanah dengan
berpegang pada istilah ‘amanah tak pernah salah memililih pundak’, tiba-tiba
datang amanah lain yang kita tolak. Jadi, masihkah benar istilah ‘amanah tak
pernah salah memilih pundak’ ? Rasanya ngga enak ya nolak amanah itu. Sebenarnya
ngga masalah sih mau nolak apa engga, karena kan yang tau batas kemampuan kita
ya diri kita sendiri. Nah, trus gimana kalau orang itu belum benar-benar
memahami batas kemampuan dirinya ? belum tau sebenarnya dia bisa apa engga. ‘Yaudah
dicoba aja dulu, kan ga ada salahnya mencoba..’ tapi pantaskah amanah itu
dicoba-coba ? sedangkan itu menjadi pertanggung jawaban kita kelak
dihadapan-Nya.
Ciye, galau nih.. mau nolak
salah, nerima juga belum tentu bener.
Intinya sih, tanyakan sama MR. Minta
pertimbangan orang lain kalo perlu banyak orang, yang kita rasa sudah mengenal
diri kita dengan baik. Terkadang mereka justru lebih mampu melihat potensi diri
kita yang masih tersembunyi. Kalo udah dapet jawaban, pikirkan lagi
matang-matang. Kalau perlu istikharah.. karena memang benar kalau ‘amanah tak
pernah salah memilih pundak’. Laa yukallifullaha nafsan illa wush ‘aha, Allah
tidak membebankan kepada seseorang melebihi batas kemampuannya. Saat kita rasa
amanah itu melebihi batas kemampuan kita, itu belum mencapai batas kemampuan
kita yang sesungguhnya. Yang lebih tau ya Allah saja. Jadi jangan merasa diri
tidak mampu, jangan merasa inilah batas kemampuan kita. Justru dengan amanah
lah kita diukur, seberapa besar usaha kita untuk mencapai batas maksimal kita. Apa
yang kita fikirkan, apa yang kita prasangka-kan, itulah hasilnya. Itulah jawabannya.
Jadi jangan salahkan kepada siapa-siapa jika amanah itu tak berjalan dengan
mulus, amanah itu tak terpegang dengan baik. Karena jelas sudah siapa yang
menjadi pemegang tanggung jawab terbesar dari sebuah amanah. Ya, diri kita
sendiri.
Itulah salah satu alasan, mengapa
manusia tergolong sebagai makhluk sosial dimana tidak bisa hidup sendiri dan
membutuhkan orang lain untuk menjalani hidupnya. Bisa mbayangin kalo kita hidup
sendiri tanpa ada orang lain ? kalo ulya, engga.. :)
Yogyakarta, 27 januari
2015
@my lovely bedroom
ciyeeee ^_^ alhamdulillah.. :)
ReplyDeleteciye.. alhamdulillah :D
ReplyDeleteamanah baru, ujian baru.. mohon do'anya mbak :)
lalu kesimpulannya bagaimana kak?
ReplyDelete