Translate

Friday, November 21, 2014

Begitulah ayah seharusnya


Diperjalanan petang kemarin saat terhenti di lampu merah. Diseberang motor terdengar dua sosok lelaki tengah saling berbincang.

Lelaki pemegang setir motor berkata dengan nada agak tinggi, "udah, nanti sholat dulu baru makan."
Sang lelaki dibelakangnya menjawab perlahan dan agak samar terdengar. Perbincangan singkat yang kami 'tak sengaja' dengar itupun berlanjut.
Lelaki pemegang setir kembali berkata, "Malem minggu kamu ngeband, minggunya kamu mau PPI, nah gimana kamu bisa ngatur waktu ? gimana sama badanmu ?".

Bukan dengan nada mengatur, tapi kami berdua faham bahwa si lelaki pertama berusaha memberi pemahaman secara halus kepada si lelaki kedua.
Kalimat terakhir yang kami dengar membuat kami berdua melirik ke sebelah untuk sekedar tau siapa mereka. Tak salah duga, ternyata perbincangan singkat itu adalah perbincangan seorang ayah dengan anak lelakinya.

Begitulah ayah seharusnya..
Kesimpulan saya dari perbincangan singkat keduanya, bahwa sang bapak mengerti betul watak dan sifat anaknya. Bukan dengan memaksakan kehendak dan harapannya. Namun cukup jelas terlihat dari percakapan tadi bahwa sang bapak sedang menasehati si anak untuk bisa mengatur waktunya, dengan banyak kegiatannya dan menyeimbangkannya dengan kemampuan tubuh si anak. Nasehat yang perlahan dan tanpa paksaan tentu akan lebih legowo diterima oleh si anak tadi. 

Memoar petang tadi membuat saya ingin membahas tentang hal ini, tentang orang tua sebagai madrasah pertama anak dalam keluarga. Saat ini pendidikan formal dan non formal di Indonesia cukup tersoroti banyak pihak. Hal ini disebabkan banyaknya kasus yang ter-expose dari dunia pendidikan, mulai dari jenjang pra-sekolahh dasar, dasar, menengah dan atas. Pun pada jenjang perguruan tinggi. Pendidikan terkuat tentu terjalin dalam pendidikan di keluarga. hal ini disebabkan keluarga merupakan wadah pertama anak tumbuh dan berkembang. Seperti apa sikap dan perilakunya tentu tercermin dari bagaimana sikap dan perilaku kedua orang tuanya.

buah jatuh tak jauh dari pohonnya--

Pepatah itu sering kita dengar bukan ?
Buah yang jatuh tak jatuh dari pohonnya ini memiliki makna bahwasannya anak merupakan cerminan kedua orang tuanya. Baik dari segi fisik maupun nonfisik. Dari segi fisik secara alami warna rambut, bentuk wajah, warna kulit dan lain sebagainya diturunkan melalui penyatuan dna-dna bapak dan ibunya. Sedangkan untuk ciri non fisik seperti perilaku, tata bahasa, kebiasaan dan lain sebagainya diturunkan dari kedua orang tuanya melalui pendidikan karakter dengan keteladanan. Anak kecil cenderung meniru apa yang mereka lihat. Dengan keterbatasan pola pikir dan nalar, serta rasa ingin tahu yang besar si anak akan banyak sedikit meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Hal ini perlu diingat bahwasannya orang tua harus lebih berhati-hati dalam bertindak, pengawasan terhadap apa yang menjadi konsumsi tontonan mereka juga penting hukumnya untuk dibersamai dan diawasi karena hal ini juga memberi efek terhadap tumbuh kembang dari si anak, terlebih pada segi non-fisiknya.

Ini masih nyambung sama yang tadi lo..
Bahwa orang tua memiliki porsi yang besar dalam hal mendidik anak. Dari perbincangan tadi jelas terlihat bahwa ada keterbukaan dari kedua pihak. Sang anak mau mengkomunikasikan agendanya kepada bapaknya. Tak banyak anak yang berani melakukan hal ini, entah karena takut dibatasi geraknya atau karena hal lain. Sang bapak juga menasehati si anak dengan halus dan perlahan, karena jelas beliau faham betul karakter remaja dimana jika dilarang maka si anak akan memberontak. Namun dengan terjalinnya kedekatan semacam ini, sang bapak bisa dengan lebih mudah memberikan pemahaman kepada si anak, dan penerimaan si anak juga akan lebih baik. Ia menjadi nyaman beraktifitas karena ada kedua orang tuanya yang mendukungnya. Meski apa yang ia inginkan tak semuanya ia bisa lakukan, namun dengan mengkomunikasikannya dengan sang bapak tentu akan membuatnya lebih bijak dalam memanajemen waktu dan dirinya.
Begitulah ayah seharusnya..

No comments:

Post a Comment