Translate

Monday, August 10, 2015

Seringnya kita... ☺


Seringnya kita menuntut orang lain untuk sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Seringnya kita meminta orang lain untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya kita bisa melakukannnya namun kita enggan saja untuk berbuat lebih dulu. Seringnya kita bisa dengan mudah megkritisi tindakan seseoraang, namun ketika perilaku kita dikritisi kita hanya meradang mendengarnya. Seringnya kita  menuntut banyak hal dari orang lain, namun kita terlupa bahwasannya seharusnya itu semua bermula dari diri kita sendiri. ˘)

Ini yang menjadi kebiasaan bagi sebagian orang. Memang ngga mudah sih untuk prakteknya, dan jelas lebih ringan untuk diucapkan. Tanpa kita sadari ada didalam diri kita, kita seringnya menuntut orang lain untuk melakukan suatu hal, yang sebenarnya kita bisa memulainya terlebih dahulu. Orang lain akan melihat dan mencontohnya tatkala kita sudah mempraktekkannya. Dan jelas dari apa yang kita lakukan tersebut orang lain tanpa kita minta akan melakukan hal yang sama, jika ini kebaikan dan mereka memperoleh orientasi yang benar dalam mengamalkannnya.
Melihat keluar memang lebih mudah, dan kita kurang banyak berkaca kepada diri kita sendiri. Sehingga bisa saja perasaan ‘saya lebih’ dari orang lain itu akan tumbuh. Dan jika tidak ada kontrol dari diri kita, itu bisa menjadi suatu penyakit yang sukar disembuhkan. ( '_' )
Pada hakikatnya manusia terlahir sama, yang semula terlahir dengan keadaan tak berdosa. Pun hingga kita tua renta kita adalah sama dengan muslim yang lainnya. Dan yang menjadi pembeda adalan ketaqwaan dan amal perbuatan kita. Dimana keduanya hanya Dia saja yang tau perbedaannya antara seorang hamba dengan hamba lainnya.

Rasa ‘saya lebih’ akan tumbuh bisa disebabkan anatara lain karena banyak nya pujian, atau seringnya kita mempeeroleh pujian dari oranglain. Sekali duakali, bisa kita atasi. Namun ketiga dan seterusnya, tidak lagi kita sadari bahwa rasa ‘saya lebih’ itu mulai menjangkiti, dan perlahan menggerogoti sisi diri kita. Yang perlu kita perbaiki apabila rasa ‘saya lebih’ itu ada didalam diri antara lain dengan cara barikut :
     1.       Luruskan orientasi beramal
Sudahkah lurus orientasi kita dalam beramal? sudahkah untuk Allah dan karena Allah saja? Jawabannya ada didalam diri kita masing-masing. Orang lain tiada mengetahui apa yang ada didalam hati kita. Dan hanya Dia saja yang Tau. Maka luruskan orientasi kita dalam beramal dengan senantiasa memperbarui niatan kita dalam beramal. Ingat bahwa sebaik-baik balasan hanya akan datang dari-Nya saja. Tetaplah mengharap ridha dan kecintaan darinya-Nya, sehingga letih yang kita rasakan dikala berjuang dalam kebaikan akan berbuah manis kelak di akhirat-Nya.

     2.       Tumbuhkan rasa ikhlas dan sabar dalam beramal
Rasa ikhlas dan kesabaran memiliki persamaan, ya keduanya tidak bisa diukur. Rasa ikhlas seorang hamba adalah rahasia antara dirinya dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Malaikat tiada kuasa mencatatnya dan syaithan tiada daya menganggunya. Sedang kesabaran seorang hamba akan didapatkan tatkala ia telah memiliki aqidah yang lurus, dimana ia yakin bahwasannya apapun yang terjadi didunia ini berjalan atas izin-Nya, sehingga kebaikan maupun keburukan yang ia dapati dalam jalan perjuangan tentu akan diperhitungkan kelak, sebab Allah yang menjadikannya terjadi.

    3.       Menjadikan pujian yaang diterima debagai sarana bermuhasabah diri
     Terlalu banyak pujian atau terlalu banyak memuji orang lain justru akan menjatuhkan orang tersebut. Mengapa? Sebab manusia memiliki akal dan hati dimana dari keduanya manusia memiliiki rasa yang beragam, mulai dari rasa senang, sedih, amarah, benci dan sebagainya. Oleh sebab itu, potensi rasa sombong yang akan tumbuh dari diri setiap insan nyata adanya. Setiap manusia memiliki kemungkinan untuk menjadi sombong dan merasa dirinya lebih ketimbang manusia lainnya. Yang perlu kita garis bawahi adalah, percaya diriitu penting, namun jangan sampai pujian yang diberikan oleh manusia menjadikan kita sombong dan merasa lebih dari yaang lainnya. Karena pada hakikatnya kita adalah sama, dan keimaanan kita yang menjadi pembedanya.

     4.       Kembali lagi ke poin satu dan dua
Saat orientasiberamal kita sudah jelas, dan kita berikhtiar untuk ikhlas dan sabar melakukannya, insya Allah rasa ‘saya lebih’ itu akan hilang atau bahkan tidak ada sama sekali. Selalu merasa bahwa diri kita bukanlah apa-apa tanpa-Nya. Rasa sombong perlahan akan hilang dan sirna. Karena apa yang pantas kita sombongkan? Karena sesungguhnya kita tak punya apa-apa :”)

Menjadi sebaik-baik hamba-Nya memang bukanlah suatu hal yang mudah  untuk dilakukan. Perlu proses yang panjang, dan bersamanya dibutuhkan kesabaran dan keistiqomahan untuk bertahan. Yakinlah bahwa cobaan yang ada datang untuk menguatkan, untuk menguji seberapa hebat ketahanan kita untuk bertahan demi diri-Nya. Dan ketika pujian atau cacian itu hadir, ambillah ibrohnya, pandang dari sisi positifnya.

Semangat berbenah \(´`)/

No comments:

Post a Comment