Seringnya kita menuntut orang
lain untuk sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Seringnya kita meminta orang
lain untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya kita bisa melakukannnya namun kita
enggan saja untuk berbuat lebih dulu. Seringnya kita bisa dengan mudah
megkritisi tindakan seseoraang, namun ketika perilaku kita dikritisi kita hanya
meradang mendengarnya. Seringnya kita menuntut banyak hal dari orang lain, namun
kita terlupa bahwasannya seharusnya itu semua bermula dari diri kita sendiri. (˘⌣˘)
Ini yang menjadi kebiasaan bagi
sebagian orang. Memang ngga mudah sih untuk prakteknya, dan jelas lebih ringan
untuk diucapkan. Tanpa kita sadari ada didalam diri kita, kita seringnya
menuntut orang lain untuk melakukan suatu hal, yang sebenarnya kita bisa
memulainya terlebih dahulu. Orang lain akan melihat dan mencontohnya tatkala
kita sudah mempraktekkannya. Dan jelas dari apa yang kita lakukan tersebut
orang lain tanpa kita minta akan melakukan hal yang sama, jika ini kebaikan dan
mereka memperoleh orientasi yang benar dalam mengamalkannnya.
Melihat keluar memang lebih mudah, dan kita kurang banyak
berkaca kepada diri kita sendiri. Sehingga bisa saja perasaan ‘saya lebih’ dari
orang lain itu akan tumbuh. Dan jika tidak ada kontrol dari diri kita, itu bisa
menjadi suatu penyakit yang sukar disembuhkan. (┎ '_' ┒)
Pada hakikatnya manusia terlahir
sama, yang semula terlahir dengan keadaan tak berdosa. Pun hingga kita tua
renta kita adalah sama dengan muslim yang lainnya. Dan yang menjadi pembeda
adalan ketaqwaan dan amal perbuatan kita. Dimana keduanya hanya Dia saja yang
tau perbedaannya antara seorang hamba dengan hamba lainnya.
Rasa ‘saya lebih’ akan tumbuh bisa disebabkan anatara lain
karena banyak nya pujian, atau seringnya kita mempeeroleh pujian dari
oranglain. Sekali duakali, bisa kita atasi. Namun ketiga dan seterusnya, tidak
lagi kita sadari bahwa rasa ‘saya lebih’ itu mulai menjangkiti, dan perlahan
menggerogoti sisi diri kita. Yang perlu kita perbaiki apabila rasa ‘saya lebih’
itu ada didalam diri antara lain dengan cara barikut :
1.
Luruskan orientasi beramal
Sudahkah lurus orientasi kita
dalam beramal? sudahkah untuk Allah dan karena Allah saja? Jawabannya ada
didalam diri kita masing-masing. Orang lain tiada mengetahui apa yang ada
didalam hati kita. Dan hanya Dia saja yang Tau. Maka luruskan orientasi kita
dalam beramal dengan senantiasa memperbarui niatan kita dalam beramal. Ingat
bahwa sebaik-baik balasan hanya akan datang dari-Nya saja. Tetaplah mengharap
ridha dan kecintaan darinya-Nya, sehingga letih yang kita rasakan dikala
berjuang dalam kebaikan akan berbuah manis kelak di akhirat-Nya.
2.
Tumbuhkan rasa ikhlas dan sabar dalam beramal
Rasa ikhlas dan kesabaran
memiliki persamaan, ya keduanya tidak bisa diukur. Rasa ikhlas seorang hamba
adalah rahasia antara dirinya dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Malaikat tiada kuasa
mencatatnya dan syaithan tiada daya menganggunya. Sedang kesabaran seorang
hamba akan didapatkan tatkala ia telah memiliki aqidah yang lurus, dimana ia
yakin bahwasannya apapun yang terjadi didunia ini berjalan atas izin-Nya,
sehingga kebaikan maupun keburukan yang ia dapati dalam jalan perjuangan tentu
akan diperhitungkan kelak, sebab Allah yang menjadikannya terjadi.
3.
Menjadikan pujian yaang diterima debagai sarana
bermuhasabah diri
Terlalu banyak pujian atau terlalu banyak memuji orang lain
justru akan menjatuhkan orang tersebut. Mengapa? Sebab manusia memiliki akal dan
hati dimana dari keduanya manusia memiliiki rasa yang beragam, mulai dari rasa
senang, sedih, amarah, benci dan sebagainya. Oleh sebab itu, potensi rasa
sombong yang akan tumbuh dari diri setiap insan nyata adanya. Setiap manusia
memiliki kemungkinan untuk menjadi sombong dan merasa dirinya lebih ketimbang
manusia lainnya. Yang perlu kita garis bawahi adalah, percaya diriitu penting,
namun jangan sampai pujian yang diberikan oleh manusia menjadikan kita sombong
dan merasa lebih dari yaang lainnya. Karena pada hakikatnya kita adalah sama,
dan keimaanan kita yang menjadi pembedanya.
4.
Kembali lagi ke poin satu dan dua
Saat orientasiberamal kita sudah
jelas, dan kita berikhtiar untuk ikhlas dan sabar melakukannya, insya Allah
rasa ‘saya lebih’ itu akan hilang atau bahkan tidak ada sama sekali. Selalu
merasa bahwa diri kita bukanlah apa-apa tanpa-Nya. Rasa sombong perlahan akan
hilang dan sirna. Karena apa yang pantas kita sombongkan? Karena sesungguhnya
kita tak punya apa-apa :”)
Menjadi sebaik-baik hamba-Nya
memang bukanlah suatu hal yang mudah
untuk dilakukan. Perlu proses yang panjang, dan bersamanya dibutuhkan
kesabaran dan keistiqomahan untuk bertahan. Yakinlah bahwa cobaan yang ada
datang untuk menguatkan, untuk menguji seberapa hebat ketahanan kita untuk
bertahan demi diri-Nya. Dan ketika pujian atau cacian itu hadir, ambillah
ibrohnya, pandang dari sisi positifnya.
Semangat berbenah \(´▽`)/
No comments:
Post a Comment